Selasa, Maret 17, 2009

CATATAN Rapat Panitia HPS KWI, 12 Maret 2009

Berikut Tanggapan atas draft Tema HPS KWI 2009 pada Rapat Panitia HPS KWI di Wisma Kemiri Jakarta:

  1. Perlu dijelaskan perbedaan antara Ketahanan Pangan dan Kedaulatan Pangan.
  2. Perlu penegasan dalam kaitan HPS dalam tugas Gereja untuk memelihara kehidupan, mengembangkan solidaritas. Dari Tugas ini Gereja harus memberikan pelajaran iman.
  3. Gerakan HPS tidak sama dengan HPS pemerintah yang lebih bersifat teknis. Pembangunan kesadaran iman akan membentuk perilaku manusia yang menghargai kehidupan.
  4. Bagaimana tema/gagasan kedaulatan pangan dicermati dan dipahami secara pastoral dan menjadi “Messages” agar tercipta gerakan iman yang membangun dunia baru.
  5. Peran mitra HPS KWI perlu menjabarkan suatu kabar baru menurut tugas dan perhatiannya masing masing.
  6. Perlu disain baru dalam mengembangkan kerjasama yang selalu dikomunikasikan agar “messages” sampai kepada masyarakat.
  7. Ketersediaan pangan dalam keluarga tidak bisa dilepas peran perempuan, termasuk upaya dalam pemahaman berbagai bentuk pangan local.
  8. HPS menjadi “Warta Iman”: berkaitan dengan tanah (tanah yang memberi) – manusia (manusia yang mengelola) – Allah yang menyelenggarakan kehidupan.
  9. HPS merupakan penyadaran kristiani mengenai pangan. Komsos akan memformat agar “message” agar bisa disampaikan pada umat.

10. Spritualitas iman yang dikaitkan dengan persoalan dunia yang diberikan beberapa usulan untuk mengatasi persoalan tsb.

11. Sosialisasi menjadi tugas kerjasama antara mitra HPS.

12. Kesadaran pada pemeliharaan kehidupan memang perlu dijabarkan dalam hal-hal yang teknis.

13. Secara umum, gerakan HPS gereja katolik memang disertai dengan perayaan iman, untuk itu tema dikemas agar pimpinan gereja (Uskup) mampu meneruskan “messages”.

14. Perlu pencitraan agar pemahaman membangun Ketahanan Pangan/Kedaulatan Pangan sama halnya “Membangun Ekaristi”.

15. Kita tidak datang sebagai politisi ataupun praktisi namun sebagai penggerak kesadaran yang membangun gerakan yang memberikan kegembiraan bagi semua orang, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan primer manusia. Sama halnya symbol perayaan ekaristi sebagai perayaan akan kebutuhan primer iman kristiani.

16. Perlu ada semacam petunjuk/langkah-langkah dalam upaya pewartaan gerakan HPS.

17. Perlu dicermati agar gerakan HPS mengarah pada penghargaan petani sebagai produsen pangan. Kita tidak akan mengajari mereka tentang pangan, tetapi hadir sebagai persahabatan yang saling menyemangati.

18. Mohon disediakan bahan untuk konperensi Uskup Regio NTT (29 Maret 2009) yang memfokuskan masalah pangan.

MOHON KOMENTAR

Setelah kami terbitkan isu tema HPS KWI 2009, apakah ada tanggapan?
Thanks.

Senin, Maret 16, 2009

Tema Peringatan HPS-KWI 2009



POKOK GAGASAN TEMA HPS-KWI 2009:

“TEGAKKAN KEDAULATAN PANGAN”

Meskipun dalam berbagai peraturan internasional maupun perundang-undangan nasional masalah kecukupan pangan yang sehat telah dijamin, namun masalah krisis pangan masih tetap membayangi masyarakat. Kenaikan harga beras dan berbagai bahan pokok lainnya yang kian hari kian merangkak ke atas menambah buram catatan keterjangkauan pangan oleh masyarakat kalangan miskin.

Di tengah klaim-klaim tentang produksi pertanian di Indonesia, Indonesia di masa depan dihadapkan pada masalah serius di bidang pangan. Tahun 2008, Indonesia merupakan importir pangan terbesar kedua di dunia setelah Mesir. Kesejahteraan petani menurun dibandingkan dengan anggota masyarakat lainnya.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum lama ini mengakui bahwa Indonesia belum memiliki ketahanan pangan yang cukup, terutama untuk komoditas yang sangat diperlukan rakyat, seperti beras, jagung, kedelai, gula (Antara News/2008).

Krisis pangan adalah masalah klasik bangsa ini, sebuah ironi bagi negara agraris yang tanahnya subur dan gemah ripah loh jinawi. Krisis pangan saat ini terjadi dimana kebutuhan pangan Indonesia telah tergantung kepada impor, dan harganya naik tak terkendali. Namun harus diperhatikan, bahwa krisis pangan yang terjadi di Indonesia bukan hanya disebabkan karena kemiskinan namun juga kebijakan yang keliru dalam mengelola pangan.

Ketahanan Pangan

Ketahanan Pangan menurut UU No.7/1996 adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga, yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan dikembangkan dari sumber daya alam yang dimiliki.

Berdasarkan definisi ketahanan pangan di atas ada 4 komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu:

1. Kecukupan ketersediaan pangan;

2. Stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun;

3. Aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan; serta

4. Kualitas/keamanan pangan

Ketahanan pangan merupakan bagian terpenting dari pemenuhan hak atas pangan sekaligus merupakan salah satu pilar utama hak azasi manusia. Ketahanan pangan juga merupakan bagian sangat penting dari ketahanan nasional. Dalam hal ini hak atas pangan seharusnya mendapat perhatian yang sama besar dengan usaha menegakkan pilar-pilar hak azasi manusia lain. Kelaparan dan kekurangan pangan merupakan bentuk terburuk dari kemiskinan yang dihadapi rakyat, dimana kelaparan itu sendiri merupakan suatu proses sebab-akibat dari kemiskinan. Kelaparan adalah kondisi dimana orang tidak bisa memiliki makanan dan bukan sekedar kondisi tidak adanya makanan.

Ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses (termasuk membeli) pangan dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak manapun. Dalam hal inilah, petani memiliki kedudukan strategis dalam ketahanan pangan: petani adalah produsen pangan dan petani adalah juga sekaligus kelompok konsumen pangan terbesar. Ironisnya, sebagian besar petani kita adalah petani gurem dan buruh tani. Maka yang menjadi keresahan Presiden SBY bahwa bangsa Indonesia belum memiliki ketahanan pangan yang cukup adalah sangat beralasan.

-----------------------------------------------------------------

SP 1993 SP 2003 SP 2008

(juta) (juta) (juta)

-----------------------------------------------------------------

Jumlah rumah tangga petani 20,8 25,4 28,3

Jumlah petani gurem 10,8 13,7 15,6

Luas panen padi (hektar) 11,013 11,488 12,340 -----------------------------------------------------------------

Sumber: BPS - SP (Sensus Pertanian 1993 dan 2003) data 2008 hasil proyeksi

Kedaulatan Pangan

Kedaulatan pangan (food sovereignty) adalah hak setiap bangsa dan setiap rakyat untuk memproduksi pangan secara mandiri dan hak untuk menetapkan sistem pertanian, peternakan, dan perikanan tanpa adanya tekanan dari kekuatan pasar internasional.

Kedaulatan pangan merupakan prasyarat dari ketahanan pangan (food security). Mustahil tercipta ketahanan pangan kalau suatu bangsa dan rakyatnya tidak memiliki kedaulatan atas proses produksi dan konsumsi pangannya. Oleh karena itu merupakan suatu keharusan bagi setiap bangsa dan rakyat untuk dapat mempunyai hak dalam menentukan makanan yang dipilihnya dan kebijakan pertanian yang dijalankannya, kapasitas produksi makanan lokal di tingkat lokal dan perdagangan di tingkat wilayah.

Berbagai Gagasan terkait dalam Kedaulatan Pangan (Food Sovereignty)

1. Gagasan Hak Asasi Manusia

Pangan sangat penting bagi kehidupan. Karenanya, hak atas pangan merupakan perluasan dari hak asasi manusia paling mendasar untuk hidup. Sebagai kaidah hak asasi manusia kedaulatan pangan menegaskan baik hak-hak individu maupun hak kolektif sekaligus mendorong pengejawantahan hak-hak tersebut. Senantiasa menegakkan hak rakyat menentukan nasibnya sendiri serta kebebasan rakyat menjalankan aksi secara mandiri menuntut hak-haknya.

Penegasan rakyat atas hak individu dan kolektifnya sendiri merupakan kedaulatan. Bagimanapun, kedaulatan pangan dalam kenyataannya berkembang melampaui wacana hak-hak asasi manusia. Inilah kenapa kata kedaulatan sengaja dipergunakan untuk menunjukkan bahwa konsep ini miliknya rakyat.

2. Gagasan Hak Atas Pangan

Dalam laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang hak atas pangan yang disusun oleh Komisi Hak Asasi Manusia PBB pada Bulan Februari 2004, kedaulatan pangan didefinisikan sebagai hak rakyat, komunitas-komunitas, dan negeri-negeri untuk menentukan sistem-sistem produksinya sendiri dalam lapangan pertanian, perikanan, pangan dan tanah, serta kebijakan-kebijakan lainnya yang secara ekologi, sosial, ekonomi dan kebudayaan sesuai dengan keunikannya masing-masing.

Organisasi Tani Internasional La Via Campesina mendefinisikan kedaulatan pangan sebagai hak seluruh rakyat, bangsa dan negaranya untuk menentukan kebijakan petanian dan pangannya sendiri tanpa campur tangan negeri lain. Konsep kedaulatan pangan telah berkembang sedemikian rupa melampaui konsep ketahanan pangan (food security) yang lebih dikenal sebelumnya, yang hanya bertujuan untuk memastikan diproduksinya pangan dalam jumlah yang cukup dengan tidak memperdulikan macamnya, bagaimana, di mana dan seberapa besar skala produksi pangan tersebut. Kedaulatan pangan adalah interpretasi luas dari hak atas pangan, ia melampaui wacana tentang hak pada umumnya.

3. Gagasan Kebijakan Produksi Pangan dan Pertanian

Prinsip dan strategi neoliberal untuk mencapai tujuan ketahanan pangan ini dijalankan oleh institusi-institusi multilateral seperti International Monetary fund (IMF), World Bank (WB), dan World Trade Organization (WTO). Rekonseptualisasi ketahanan pangan ini pada akhirnya hanya menguntungkan negara-negara dan perusahaan-perusahaan yang paling kuat yang terlibat dalam perdagangan dan investasi pangan juga agribisnis. Kebijakan perdagangan neoliberal ini menekankan bahwa mengimpor pangan murah adalah jalan terbaik bagi negara-negara miskin untuk mencapai ketahanan pangan dari pada memproduksi pangannya sendiri.

Kebijakan-kebijakan neoliberal merusak kedaulatan pangan karena lebih mementingkan perdagangan internasional daripada hak-hak rakyat atas pangan. Kaum tani dan gerakan rakyat di pedesaan lainnya telah membuktikan bahwa kebijakan-kebijakan neoliberal ini tidak dapat berbuat apa-apa untuk mengurangi kelaparan di dunia. Kebijakan-kebijakan ini justru hanya meningkatkan ketergantungan rakyat pada import agrikultural dan mengintensifkan peng-korporatisasian pertanian. Dengan demikian kebijakan tersebut telah menyebabkan kelestarian genetika alam, warisan lingkungan hidup serta budaya berada dalam bahaya besar sekaligus mengancam kesehatan populasi dunia.

Kebijakan pertanian dan pangan harus bertujuan untuk mewujudkan produksi pangan yang dapat mencukupi kebutuhan sendiri melalui produsen pangan dalam negeri khususnya kaum tani, nelayan, komunitas asli, dan lain sebagainya. Memprioritaskan produksi pangan dalam negeri akan menambah pendapatan rakyat, sekaligus melawan pertanian dan perikanan korporasi yang berorientasi ekspor. Hal mana telah menyebabkan rakyat kehilangan pendapatan secara masif dan menyeret rakyat ke dalam penghisapan industri pangan yang berorientasi ekspor.

Di samping itu, menjamin stok pangan, mengamankan sumberdaya untuk produksi pangan, melakukan distribusi yang adil, serta manajemen pangan yang berbasis serta dikontrol oleh komunitas. Memberikan prioritas pada produser pangan skala kecil serta mencegah kepemilikan dan penguasaan korporasi atas produksi dan sumberdayanya.

4. Gagasan Perjuangan Membangun Demokrasi

Kedaulatan rakyat atas pangan merupakan sebuah kaidah demokrasi sejati, yang berarti bahwa segala sesuatunya berasal dari rakyat. Ini merupakan sebuah platform yang membela kekuasaan rakyat dan segenap tuntutannya atas kedaulatan. Tuntutan kedaulatan pangan mendorong demokrasi sepanjang hal tersebut merupakan aspirasi massa.

Kedaulatan pangan memecahkan pertentangan antara hak-hak rakyat dengan apa yang dinamakan kekuatan pasar. Karenanya merupakan gerakan kebangsaan melawan imperialis sekaligus platform untuk melawan kebijakan-kebijakan neoliberal. Adalah seruan kepada rakyat di seluruh dunia agar bangkit melawan kepentingan imperialis yang dipaksakan oleh IMF, Bank Dunia, dan WTO yang didikte oleh kepentingan negara-negara adidaya dan perusahaan lintas-nasionalnya (TNCs).

Mengartikulasikan dan meluruskan perjuangan rakyat terhadap kebijakan pangan dan pertanian adalah salah-satu tujuan dari perjuangan kedaulatan pangan. Pangan dan pertanian merupakan hak dasar, karenya pendekatan advokasi kebijakan harus berdasarkan pada kekuatan rakyat, yang mendukung perjuangan langsung dari kekuatan massa pokok. Kedaulatan pangan juga bertujuan untuk menegakkan kebijakan yang memperkuat sektor pertanian lokal (melalui reforma agraria dan membuka akses terhadap air, benih dan kredit). Juga melindungi kaum tani dan konsumen dari serbuan pangan murah impor serta produk rekayasa genetika yang membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup.

5. Gagasan Membangun Solidaritas dan Kerjasama

Bahwa keanekaragaman budaya pertanian (kearifan lokal) merupakan sumberdaya luar biasa bagi pengembangan pertanian lebih modern. Untuk itu promosi kedaulatan pangan sangat penting bagi semua warga sebuah negara. Utamanya bagi petani pemilik dan kaum tani, nelayan, pekerja serta kaum miskin kota yang mewakili para produser pangan massa pokok. Juga sektor khusus yang memegang peranan penting dalam kedaulatan pangan seperti kaum perempuan, suku bangsa asli/minoritas, ilmuan pertanian dan pangan serta gerakan konsumen.

Di samping itu kedaulatan pangan juga memiliki tujuan khusus yaitu membangun solidaritas bersama untuk memecahkan masalah-masalah pertanian dan pangan yang sedang mengemuka dewasa ini. Hal ini berarti harus memikirkan dengan sungguh-sungguh dan mendorong penerapan kebijakan-kebijakan, hukum, regulasi-regulasi, dan ukuran-ukuran yang menjamin akses rakyat atas pangan serta sumber daya untuk memproduksi pangan, dan juga melindungi sektor pertanian serta sektor dasar dan marjinal lainnya.

6. Gagasan Advokasi

Kedaulatan pangan senantiasa memperjuangkan baik hak perseorangan maupun hak-hak kolektif, menegakkan dan berjuang untuk mewujudkan hak asasi manusia serta mendukung kebebasan rakyat untuk melancarkan aksi-aksi langsung memperjuangkan hak-haknya. Karenanya, advokaksi kebijakan dalam kerangka kedaulatan pangan mendukung penuh hak kaum tani untuk memproduksi pangan dan hak sebagai konumen yaitu hak untuk memutuskan sendiri apa yang ingin dikonsumsi serta hak bangsa-bangsa melindungi dirinya sendiri dari serbuan barang-barang pertanian dan pangan impor.

Kedaulatan pangan senantiasa menggunakan pendekatan yang berbasis pada kekuatan rakyat dalam melakukan advokasi kebijakan Kedaulatan pangan telah berkembang sedemikian rupa tidak hanya sekedar memperjuangkan hak dasar atas pangan dan hak untuk memproduksi pangan, melainkan juga kebijakan sosial dan ekonomi yang memperjuangkan demokrasi rakyat. Mendorong partisipasi rakyat dalam menentukan kebijakan agraria serta kebijakan lainnya. Kedaulatan pangan memberi prioritas pada kebutuhan dalam negeri dan menjamin akses rakyat atas tanah, air, benih, pelayanan dan lain sebagainya. Kedaulatan pangan juga menjamin partisipasi kaum perempuan dan sektor rentan lainnya dalam pembuatan kebijakan serta mengakui pentingnya peranan

mereka dalam urusan produksi pertanian dan pangan.

Dari berbagai pokok gagasan di atas, kedaulatan pangan merupakan hak dasar, advokasi kebijakan pertanian dan pangan melalui pendekatan yang berbasis pada kekuatan rakyat. Meskipun demikian juga penting untuk mengkaitkan advokasi kebijakan ini dengan perjuangan untuk perubahan struktural. Kedaulatan pangan dalam praktek advokasi kebijakan senantiasa mendukung perjuangan demokratis massa pokok. Menyokong sepenuhnya aksi-aksi rakyat secara langsung untuk memperoleh keadilan sosial, bebas dari penindasan dan tirani, serta untuk memperoleh demokrasi sejati.

7. Gagasan Peningkatan Kesehatan dan Gizi

Kedaulatan pangan merupakan pusaran perjuangan untuk mengenyahkan kelaparan dan kekurangan gizi. Prinsip kesehatan dan gizi yang utama adalah memastikan agar pangan dan makanan yang dikonsumsi rakyat aman untuk dimakan. Perhatian khsusus harus diberikan kepada sektor-sektor yang rentan seperti kaum perempuan, anak-anak dan orang lanjut usia. Sektor ini menderita kemiskinan dan kelaparan berkali-kali lipat dibandingkan sektor lainnya akibat diskriminasi jender dan masih terbatasnya hak-hak ekonomi dan politiknya.

Program utamanya adalah: program gizi yang pro-aktif serta berpihak pada rakyat yang fokus pada wilayah dan sektor paling miskin dalam masyarakat; memastikan air minum tersedia dan gratis untuk setiap komunitas dan rumah tangga; membuat regulasi dan promosi pangan yang betul-betul aman dan melindungi rakyat.

8. Gagasan Bantuan Pangan

Bantuan pangan hendaknya ditujukan kepada masyarakat yang terkena bencana dan harus sesuai dengan pola konsumsi masyarakat. Misalnya, bantuan beras dan mie instan pada masyarakat Papua akan menggusur budaya pangan lokal. Bantuan pangan harus berifat pro-aktif dan pro-rakyat. Ia tidak boleh disangkut pautkan dengan agenda ekonomi maupun politik, akan tetapi benar-benar untuk membantu daerah bencana dengan mekanisme pengaturan yang pro-aktif terlebih bagi komunitas yang terserang kemiskinan atau bencana. Pangan tidak boleh dipergunakan sebagai alat untuk berkuasa atau instrumen untuk kepentingan perang.

Bantuan dan kerja sama pangan internasional harus mendukung kebijakan yang mengutamakan upaya memenuhi kebutuhan atas dasar produksi pangan sendiri dan pembangunan serta tidak digunakan sebagai topeng untuk melakukan dumping. Bantuan tidak boleh dijadikan jalan untuk memperkuat kontrol Perusahaan Trans Nasional (TNC’s) terhadap pasar dalam negeri.

Bantuan pangan hendaknya mempunyai sifat supporting system bagi upaya pengentasan kemiskinan. Orang miskin menjadi miskin karena ruang kapabilitas mereka kecil, bukan karena mereka tidak memiliki barang. Dengan kata lain, orang menjadi miskin karena mereka tidak bisa melakukan sesuatu, bukan karena mereka tidak memiliki sesuatu. Implikasinya, kesejahteraan tercipta jika mereka memiliki akses untuk memiliki sesuatu. Karena itu masalah kurang pangan sebenarnya menyangkut akses terhadap pangan yang lebih disebabkan rendahnya daya beli dan distribusi.

Disarikan dari People’s Coalition on Food Sovereignty (PCFS)

dan beberapa kliping Koran nasional.

Berbagai Upaya Perubahan Berpihak Desa

Upaya menegakkan kedaulatan pangan secara umum dapat dimaksudkan dengan upaya membangun pedesaan karena sebagian besar masyarakat hidup di pedesaan. Karena kedaulatan pangan merupakan hak asasi manusia yang terkait pada upaya pemenuhan produksi pangan yang mandiri maka beberapa usulan konkret berikut ini bisa mengarah pada perjuangan mewujudkan kedaulatan pangan:

1. Mengembangkan pertanian, khususnya tanaman pangan, secara mandiri, baik dalam pengadaan benih, pupuk, pengendali hama dan penyakit tanaman dan peralatan/teknologi yang tepat guna.

2. Mengembangkan peternakan merupakan kunci menuju pertanian yang lestari. Pertanian dan peternakan merupakan satu kesatuan pengembangan pedesaan. Pupuk yang baik adalah pupuk dari kotoran ternak (kompos).

3. Mengembangkan modernisasi pertanian dengan inovasi kearifan lokal untuk menciptakan efisiensi dan peningkatan produksi pertanian secara maksimal, tanpa memberdaya sumberdaya alam, tetapi memberdayakan sumberdaya alam untuk kehidupan yang berkelanjutan.

4. Mengembangkan lembaga pedesaan untuk mampu menyerap dan menjalankan aspirasi masyarakat demi meningkatkan kesejahteraan. Dalam hal ini lembaga pedesaan merupakan wadah bagi pengebangan sosial-ekonomi-politik masyarakat.

5. Mengembangkan kewirausahaan pedesaan seperti agrobisnis, industri kecil pengolahan pangan, dsb yang diperkuat dengan pengembangan lembaga keuangan mikro di pedesaan.

6. Mengembangkan budaya pangan lokal yang sehat, menarik dan harga terjangkau lewat pendidikan kuliner. Dalam hal ini promosi untuk mengkonsumsi pangan lokal menjadi bagian penting dalam upaya diversifikasi pangan.

7. Menjaga keseimbangan ekologi, terutama untuk pasokan air demi pemenuhan hidup masyarakat dan untuk pertanian. Hal ini dapat diwujudkan dengan upaya mencintai hutan, menanam pohon, menata lingkungan, saluran air dan mengelola sampah.

Selamat Ber-HPS 2009